Friday, March 21, 2014

Mimpi Selalu Menarik, Apalagi Bertemu Rasulullah



Mimpi selalu jadi pembahasan yang sangat menarik. Dari mimpi kita bisa terbang hingga bisa dikejar-kejar sesuatu, terkadang dari mimpi kita bisa membangkitkan inspirasi, memikat hati, mengilhami kita, dan juga menakutkan atau bahkan membuat kita merasa tenang. Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra lainnya dalam tidur.

Banyak orang yang bercerita tentang mimpinya. Contohnya seperti, mimpi bertemu orang-orang yang telah meninggal, seperti mimpi pernah bertemu kakeknya, neneknya, ayahnya dan bahkan orang-orang yang hidup berabad-abad di jaman dulu, itu hanyalah mimpi. Tetapi kalau kita berbicara tentang mimpi bertemu Rasulullah (saw), itu adalah haq dan benar adanya berdasarkan riwayat dan dalil-dalil yang shahih.



Salah satu contoh tentang hadits “mimpi bertemu Rasulullah,” hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah  bahwasanya Rasulullah (saw) bersabda;

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله  صلى الله عليه وسلم  << من رآني فى المنام فقد رآني فإن الشيطان لايتمثل بي >> (رواه مسلم و الترمذي و ابن ماجه).

 وفي رواية أخرى << فإن الشيطان لايستطيع ان يتمثل بي >>.

“Barangsiapa yang melihatku di saat tidur maka sungguh dia telah melihatku. Sesungguhnya syaithan tidak dapat menyerupaiku.” (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majjah).

Dan di riwayat lainnya “Sesungguhnya syaithan tidak bisa menyerupaiku.”

Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa makna dari “Barangsiapa yang melihatku disaat tidur maka sungguh dia telah melihatku” adalah barangsiapa yang melihatku disaat mimpi maka sungguh dia telah melihatku yang sebenarnya dengan sempurna tanpa adanya keraguan dan kesangsian terhadap apa yang dilihatnya bahkan dia adalah mimpi yang sempurna. Hal ini dikuatkan oleh dua buah hadits dari Abu Qatadah dan Abu Said “Maka sungguh dia telah melihat yang sebenarnya” yaitu mimpi yang benar bukan yang bathil.

Juga hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwasanya Rasulullah (saw) bersabda,”Barangsiapa yang melihatku disaat tidur maka sungguh dia telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku.” (HR, Tirimidzi, dia berkata ini adalah hadits hasan shahih)
Menurut Al-Baqilani, arti dari “melihatku” (Rasulullah) dalam hadits di atas adalah benar adanya, bukan mimpi kosong, juga bukan penyerupaan dari syaithan. 

Dan masih banyak lagi hadits-hadits tentang mimpi bertemu Rasulullah (saw). Bahkan banyak  kaum sufi berkeyakinan, bahwa seseorang dapat melihat dan bertemu langsung dengan Rasulullah (saw), meskipun Rasul telah wafat 14 abad yang lalu. Keyakinan ini berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari;

... من رآني فى المنام فسيراني في اليقظة و لايتمثل الشيطان بي

 “Siapa yang melihatku di saat tidur maka ia akan melihatku dalam keadaan sadar. Dan syaithan tak dapat menyerupai diriku.”

Dari kalimat “ يقظة “ yang berarti “keadaan sadar, terbangun, atau bertemu secara langsung”.

Oleh karena itu, barang siapa yang telah melihat Rasulullah (saw) dalam mimpinya sebagaimana sifat-sifat fisik Rasul yang telah ma’ruf (sebagaimana sifat-sifatnya  yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits ataupun kitab-kitab) maka sungguh ia telah benar-benar melihat Rasulullah (saw), karena syaithan tidak bisa meniru Rasul dan tidak bisa pula menampakkan dirinyanya dengan rupa Rasulullah (saw). 

Adapun jika seseorang melihat dalam mimpinya ada yang mengaku sebagai Rasullulah (saw) akan tetapi ternyata sifat-sifatnya menyelisihi dengan sifat-sifat Rasul  yang ma'ruf, maka bukanlah Rasullah  yang telah ia lihat, akan tetapi syaithan yang mengaku sebagai Rasul. Inilah pendapat yang benar yang sesuai dengan zhahir hadits-hadits tentang melihat Rasulullah dalam mimpi, dan juga sesuai dengan praktek para sahabat dan tabi'in.

Hikmah dari mimpi bertemu Rasulluah saw adalah untuk meningkatkan dan membangkitkan iman kita, mengingatkan kita agar selalu bershalawat kepadanya, dan memberi petunjuk dan juga mengilhami kita. Akan tetapi yang perlu diketahui dan yang paling penting adalah. Para ulama telah bersepakat, bahwa mimpi tersebut tidak bisa dijadikan dalil dalam penentuan hukum yang baru, apalagi merubah atau menghapuskan sesuatu hukum. Karena orang yang bermimpi, tidak memiliki kemampuan menangkap dan menghafalkan berita atau riwayat yang didengarkannya. Dan kondisi tidur bukanlah kondisi yang dhobth dan tahqiq ataupun terpercaya.

Imam Nawawi rahimahullah berkata;

"Kalau seandainya pada malam hari ke 30 bulan Sya'ban, dan orang-orang tidak ada yang melihat hilal, lalu ada seseorang melihat Nabi saw dalam mimpinya, lalu Nabi berkata kepadanya, "Malam ini adalah malam pertama bulan Ramadhan" maka berpuasa dengan berdalil pada mimpi tersebut tidaklah sah, tidak sah bagi orang yang bermimpi demikian juga tidak sah bagi selainnya. Hal ini telah disebutkan oleh Al-Qoodhi Husain dalam fatwa-fatwanya, demikian juga para ulama Syafi'iyah yang lainnya. Dan Al-Qoodhi 'Iyaadh juga menukilkan ijmak akan hal ini."

Adapun jika ia melihat Rasulullah (saw) (dalam mimpi) memerintahkannya  untuk melakukan sesuatu yang dianjurkan atau melarangnya dari perkara yang dilarang atau mengarahkannya untuk melakukan sesuatu kemaslahatan maka tidaklah khilaf ataupun salah tentang  hal yang disukainya untuk  mengerjakan mimpi tersebut, karena hal ini bukanlah penetapan ataupun perubahan suatu hukum, akan tetapi memang sudah ditetapkan oleh hukum asalnya.

Kesimpulan dalam masalah bertemu Rasulullah (saw);

•          Jika ada seseorang yang mengaku telah bermimpi bertemu Rasulullah (saw), maka tidak perlu kita dustakan, apalagi jika seseorang tidak dikenal pendusta. Berbeda jika halnya yang mengaku tersebut adalah seseorang yang terkenal suka berdusta.

•          Jika yang dilihatnya dalam mimpi memiliki sifat-sifat sebagaimana sifat-sifat Rasulullash saw dalam hadits-hadits yang shahih maka kita benarkan mimpinya tersebut.

•          Jika ternyata dalam mimpi tersebut Rasulullah (saw) memerintahkan dia untuk melakukan hal-hal kebaikan dan menjauhi larangan-larangan, maka itu merupakan tanda baik, dan mimpi tersebut sebagai penyemangat dan motivasi  untuk bertaqwa, beribadah, dan beramal sholeh.

•          Jika ternyata dalam mimpi tersebut Rasulullah (saw) mengajarkan hukum-hukum baru dalam Islam berupa amalan-amalan ibadah baru, maka tentu tidak bisa dijadikan pegangan, dan kemungkinan yang dilihatnya bukanlah Rasulullah, akan tetapi syaitan yang mengaku sebagai Rasul. Karena tatkala Rasulullah saw meninggal dunia, agama ini telah sempurna sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al Maidah ayat tiga (…اليوم أكملت لكم دينكم) "Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian".

اللهم صلي على سيدنا محمد...


            

No comments:

Post a Comment